Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerugian Lingkungan akibat Korupsi Timah Bisa Danai Separuh IKN

Kompas.com - 30/03/2024, 13:48 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

NUSANTARA, KOMPAS.com - Kerugian akibat kerusakan lingkungan pada kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Penambangan (IUP) PT Timah Tbk kurun 2015-2022 mencapai Rp 271,06 triliun.

Jika nilai total kerugian ini digunakan untuk mendanai pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), maka lebih dari separuh tertutupi.

Pasalnya, kebutuhan anggaran pembangunan ibu kota baru secara keseluruhan itu mencapai Rp 466 triliun.

Pemerintah sendiri telah mengalokasikan anggaran senilai Rp 71,8 triliun untuk pembangunan dalam kurun 2022-2024.

Baca juga: Pertamina dan Bakrie Terlibat dalam Pembangunan Knowledge Hub IKN

Dana untuk pusat pemerintahan Indonesia pada masa depan ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Rinciannya, realisasi anggaran tahun 2022 mencapai Rp 5,5 triliun dan tahun 2023 tembus angka Rp 27 triliun.

Sementara untuk dua bulan pertama tahun 2024 ini realisasi anggaran per 29 Februari 2024 mencapai sekitar Rp 2,3 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, tahun ini Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 39,3 triliun.

"Dengan tingkat realisasi sebesar Rp 2,3 triliun atau 5,8 persen dari pagu yang ditetapkan,” ujarnya, Senin (25/3/2024).

Baca juga: Progres Landasan Pacu Bandara VVIP IKN Capai 14 Persen

Sri Mulyani menjelaskan, anggaran sebesar Rp 400 miliar dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur.

Antara lain kawasan istana negara, kawasan kementerian, dan gedung Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN).

Anggaran tersebut juga terserap untuk pekerjaan pembangunan menara rumah susun aparatur negara, rumah tapak kementerian, jalan tol, jalan dan jembatan, bandara VVIP, Bendungan Sepaku Semoi, embung di kawasan inti pemerintahan, sistem pengendalian banjir, dan rehabilitasi lahan.

Sisanya sebesar Rp 1,9 triliun digunakan untuk aspek non-infrastruktur, termasuk perencanaan, koordinasi, dan persiapan pemindahan ibu kota baru; promosi dan penyebaran informasi mengenai IKN.

Kemudian laporan dan rekomendasi kebijakan untuk kementerian dan lembaga; kegiatan pemetaan, pemantauan, dan evaluasi; dukungan aparat keamanan; dan operasional OIKN.

Rincian kerugian lingkungan korupsi timah

Besarnya angka kerugian akhibat kerusakan lingkungan pada kasus dugaan korupsi PT Timah Tbk diungkapkan Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo.

Baca juga: Dampak IKN, Butuh Upaya Ekstra Kawal Inflasi di Kalimantan

Bambang mengatakan, nilai kerugian Rp 271,06 triliun itu adalah penghitungan kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah, dalam kawasan hutan dan luar kawasan hutan.

"Total kerugian akibat kerusakan yang juga harus ditanggung negara adalah Rp 271.069.688.018.700," ujar Bambang dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, dikutip dari Kompas.com, Selasa (20/2/2024).

Pakar forensik kehutanan itu menjelaskan dalam penghitungan kerugian ekologi atau lingkungan itu, pihaknya melakukan verifikasi di lapangan serta pengamatan dengan citra satelit dari tahun 2015 sampai 2022.

Berdasarkan verifikasi dan pengamatan citra satelit, bisa diperoleh bukti-bukti yang dapat membuat terang suatu tindak pidana bahwa ada kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

"Kami merekonstruksi dengan menggunakan satelit pada tahun 2015 yang merah-merah ini adalah wilayah IUP (izin usaha pertambangan) dan non-IUP. Kami tracking 2016, 2017, 2018, 2019, 2020 sampai 2022, dilihat warna merah makin besar, ini adalah contoh saja," tutur Bambang.

Baca juga: Menuju Daerah Khusus, IKN Akan Menjadi Tandem Jakarta

Lebih lanjut, Bambang mendata, total luas galian terkait kasus PT Timah Tbk di Bangka Belitung adalah 170.363.064 hektar.

Namun, luas galian yang memiliki IUP hanya 88.900,462 hektar. Sementara itu, luas galian yang tidak memiliki izin mencapai 81.462,602 hektar.

"Dari luasan yang 170.363,064 (hektar) ini ternyata yang memiliki IUP itu hanya 88.900,462 hektar dan yang non-IUP itu 81.462,602 hektar," ujar Bambang.

Ia juga menyampaikan, kerugian kerusakan lingkungan tersebut berdasarkan total luas galian yang mencapai 170.363.064 hektar baik di kawasan hutan dan nonkawasan hutan.

Selanjutnya, dari hasil verifikasi tersebut, pihaknya melakukan penghitungan kerugian ekologi yang ditimbulkan, dikutip dari Antara (19/2/2024). 

Baca juga: Juni-Juli 2024, Dilakukan Uji Coba Infrastruktur IKN

Penghitungan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran atau Kerusakan Lingkungan, dengan membaginya kerugian lingkungan di kawasan hutan dan luar kawasan hutan.

Total kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah dalam kawasan hutan, yakni biaya kerugian lingkungan (ekologi) Rp 157,83 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 60,27 miliar dan biaya pemulihan lingkungan Rp 5,26 triliun, sehingga totalnya Rp 223,36 triliun.

Sedangkan kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah di luar kawasan hutan (APL), yakni biaya kerugian lingkungan Rp 25,87 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 15,2 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan Rp 6,62 triliun, sehingga totalnya Rp 47,70 triliun.

"Kalau semua digabung kawasan hutan dan luar kawasan hutan, total kerugian akibat kerusakan yang juga harus ditanggung negara adalah Rp 271,06 triliun," tutur Bambang.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com