Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kekerasan Seksual di Kalimantan Timur Meningkat Tiap Tahun

Hal ini mengingat, pembangunan IKN yang demikian masif telah membuat arus migrasi urban dari luar wilayah Kalimantan Timur juga kian meningkat dan berpotensi terjadinya kekerasan seksual.

Contohnya di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), dan juga Balikpapan, sebagai salah dua kota penyangga IKN selain Samarinda.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Pemprov Kaltim Noryani Sorayalita menuturkan, kekerasan seksual bisa terjadi pada siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.

Dia menekankan, kekerasan seksual tidak bisa diprediksi. Oleh karena itu, DKP3A berupaya melakukan pencegahannya.

Salah satunya melalui sosialisasi Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) agar masyarakat memahami terutama Organisasi Perangkat daerah (OPD) terkait di pemerintah kabupaten/kota wilayah Pemprov Kaltim memahami UU ini.

"Jadi kami harapkan setelah sosialisasi ini OPD terkait melakukan hal yang sama di daerahnya, supaya masyarakat mengetahui dan memahami regulasi ini. Kami harapkan masyarakat tidak menjadi pelaku dan korban TPKS," tutur Noryani kepada Kompas.com, usai sosialisasi UU TPKS, di Balikpapan, Selasa (2/7/2024).

Menurut Noryani, sosialisasi ini akan terus digencarkan sebelum UU TPKS berlaku efektif, karena kekerasan seksual di Provinsi Kaltim terus menunjukkan tren meningkat setiap tahun selama tiga tahun berturut-turut.

Pada 2021 terdapat 551 kasus. Setahun kemudian yakni 2022 tercatat 945 kasus atau melonjak 70 persen. 

Tahun 2023, ada ada 1.108 kasus atau tumbuh 8 persen dibanding tahun 2022. Dan hingga Mei 2024 tercatat sudah ada 391 kasus yang dilaporkan.

"Kami khawatir, hingga akhir tahun ini akan melonjak tajam. Per Mei 2024 saja sudah lebih dari 300 kasus. Kita harus tetap waspada," ujar Noryani.

Berdasarkan proporsinya, TPKS terbesar merupakan kekerasan terhadap anak dengan angka 60 persen. Disusul kekerasan terhadap dewasa perempuan dan laki-laki sebanyak 40 persen.

Sebanyak 70 persen dari pelaku kekerasan merupakan orang yang dikenal yakni ayah, ibu, guru, teman, dan pacar.

"Menariknya, pelaku TPKS tertinggi adalah pacar. Ini fenomena baru," ungkap Noryani.

Adapun tiga kasus yang menonjol yakni kekerasan seksual sebanyak 40 persem, kekerasan fisik 31,2 persen, dan 16 persen kekerasan psikis.

Sayangnya, selama ini masyarakat tidak mengetahui bahwa kekerasan yang dianggap biasa, ternyata bisa dikategorikan sebagai perbuatan kekerasan seksual, seperti menyentuh, meraba,  termasuk mengirim foto dan video bernuansa seksual.

"Hal-hal itu yang perlu diantisipasi," imbuhnya.

Baru 16 Kasus yang Ditindaklanjuti

Noryani menjelaskan, dari banyak kasus tersebut, yang ditindaklanjuti ke jalur hukum baru 16 kasus dengan 15 di antaranya melibatkan orang yang dikenal.

Terbanyak terjadi di Kota Samarinda, karena akses terhadap kanal tertentu untuk melaporkan TPKS lebih mudah. Selain itu, ada kesadaran dari masyarakat untuk melaporkan.

Namun demikian, tapi tidak menutup kemungkinan di kabupaten/kota lain juga lebih banyak. Hanya tidak terlaporkan, karena beberapa alasan seperti ketiadaan sarana pelaporan, malu, menganggap TPKS air, dan adanya keengganan setelah melihat banyak kasus yang dilaporkan namun tidak ada kelanjutannya.

Terkait tidak ada tindak lanjut biasanya terjadi karena berbagai sebab. Misalnya kekurangan saksi, kekurangan bukti dan sebagainya.

"Jadi, dalam hal ini kami mengimbau masyarakat agar tetap waspada, di mana pun dan kapan pun sehingga kita terhindar dari kasus TPKS," tuntas Noryani.

https://ikn.kompas.com/read/2024/07/02/195225687/kekerasan-seksual-di-kalimantan-timur-meningkat-tiap-tahun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke