Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Reforestasi Lahan Kritis IKN Baru 3.000 Hektar dari Total 126.000 Hektar

Nantinya diharapkan, dari total luas area 252.000 hektar, sekitar 65 persen di antaranya merupakan ruang terbuka hijau dan kawasan lindung.

Untuk menuju proposi ideal tersebut, sejumlah upaya terus dilakukan oleh Otorita IKN (IKN) melalui aksi reforestasi.

Deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam OIKN Myrna Asnawati Savitri mengungkapkan, dari total 65 persen kawasan lindung tersebut, 126.000 hektar di antaranya merupakan lahan kritis yang perlu dilakukan reforestasi.

"Kegiatan reforestasi yang kami lakukan difokuskan pada area seluas 126.000 hektar itu," ujar Myrna menjawab Kompas.com, usai usai acara puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2024, di IKN, Jumat (28/6/2024).

Dalam dua tahun ini, aku Myrna, OIKN lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan persiapan dan koordinasi.

Sementara kegiatan reforestasinya dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan yang dipimpin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Selain itu, dilaksanakan juga sejumlah kegiatan yang melibatkan perusahaan swasta, dan pelibatan masyarakat melalui mekanisme crowdfunding.

"Kegiatan tersebut digagas oleh konsorsium Sabuk Hijau Nusantara," ucap Myrna.

Sampai dengan saat ini reforestasi lahan kritis yang telah dikerjakan sekitar 3.000 hektar sejak tahun 2022 dan ditargetkan tuntas pada 2045.

"Kami berharap tahun 2045 itu kawasan lindung itu sudah dipulihkan semuanya. Meskipun tidak bisa seperti sebelumnya ya, semoga mendekati," imbuh Myrna.

Dia juga tidak bisa memastikan tingkat keberhasilan reforestasi karena belum bisa dievaluasi hanya dari monitoring selama dua tahun.

"Namun, tentu saja ini terus akan ditingkatkan dan kami terus menggalang kolaborasi dengan pihak yang lain untuk memberikan dukungan pada reforestasi yang ada di IKN," cetus Myrna.

Mulai dari topografi lingkungan, sampah, perilaku masyarakat atau gaya hidup di lingkungan sekitar, dan lain-lain.

Untuk itu, OIKN akan terus mempelajari upaya-upaya untuk melakukan pencegahan yang lebih efektif lagi, terutama pada area yang merupakan lokasi berulang adanya genangan ataupun banjir.

Dia juga membantah bahwa banjir di Sepaku merupakan dampak dari pembangunan IKN.

"Saya kira enggak ya. Karena lokasi itu adalah lokasi yang memang sudah pengakuan dari masyarakat yang ada sekitar tahun 1970-an itu memang adalah lokasi-lokasi yang sudah terbiasa banjir.

Hal senada dikatakan Direktur Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana Onesimus Patiung.

Menurutnya, banjir terjadi karena hujan di bagian hulu dan gorong-gorong yang tidak optimal sehingga aliran permukaan air meningkat.

Kemudian masalah ini juga diperparah oleh faktor erosi, sedimentasi dan pendangkalan sungai yang sudah terjadi sejak puluhan tahun.

Oleh karena itu, untuk melihat apakah banjir merupakan dampak dari pembangunan IKN, Otorita sedang melakukan studi agar kebijakan terkait penanganan banjir berbasis data presisi.

Sementara itu, Ketua Satgas Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur IKN Danis Hidayat Sumadilaga menuturkan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah mengerjakan proyek pengendali banjir di IKN.

Salah satunya adalah normalisasi Sungai Sepaku yang lokasinya di luar Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN.

Kemudian, Kementerian PUPR juga membangun total 19 embung serta tiga kolam retensi untuk menampung air hujan di wilayah KIPP IKN.

Menurut Danis, fenomena banjir sudah lama terjadi di wilayah Sepaku karena letaknya yang dekat dengan muara sungai. Banjir pun berasal dari hulu sungai tersebut.

"Namun sekarang sudah jarang terjadi banjir. Kalaupun ada banjir, cepat surut. Itu banjir Selasa, keesokan harinya (Rabu) sudah surut," tuntas Danis.

https://ikn.kompas.com/read/2024/06/28/170738887/reforestasi-lahan-kritis-ikn-baru-3000-hektar-dari-total-126000-hektar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke