Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/03/2024, 13:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

Berdasarkan surat tersebut, hasil identifikasi oleh Tim Gabungan Penertiban Bangunan Tidak Berizin pada Oktober 2023 menyebutkan, ratusan rumah warga tidak mematuhi rencana tata ruang yang diatur dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan (WP) IKN.

Baca juga: Buntut Konflik Lahan, OIKN Ajak Tokoh Adat Buka Puasa Bersama

OIKN juga mengeluarkan Surat Teguran Pertama No. 019/ST I-Trantib-DPP/OIKN/III/2024, yang memberi waktu 7x24 jam pada hari kerja bagi warga untuk merobohkan bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan tata ruang IKN dan peraturan perundang-undangan.

Kemudian OIKN menggelar pertemuan pada 8 Maret 2024 untuk membahas isi surat tersebut dan dihadiri sekitar 200 warga yang rumahnya dianggap tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang IKN.

Sumber Amnesty menemui beberapa warga di Kampung Tua Sabut, yang terletak di Desa Pemaluan dan sebagian besar dihuni masyarakat adat suku Balik.

Warga mengaku dua lembar surat OIKN itu diberikan mendadak, bahkan tidak sampai 24 jam dari jadwal pertemuan pada 8 Maret jam 9 pagi.

Menurut pengakuan warga, pertemuan dengan OIKN itu tidak mencapai kesepakatan. Salah satu sebabnya karena warga gelisah, tiba-tiba diminta harus merobohkan rumah mereka padahal sudah tinggal jauh lebih lama sebelum IKN dibangun.

Baca juga: OIKN Tawarkan 2 Opsi kepada Pemilik 294 Bangunan yang Akan Ditertibkan

Lalu mereka belum pernah dilibatkan dalam penyusunan RTRW di lokasi pembangunan IKN.

Ini yang membuat warga geram pada pertemuan tersebut sehingga tidak tercapai kesepakatan dan secara sepihak OIKN menyampaikan pertemuan itu dibatalkan dan dianggap tidak terjadi dan pertemuan akan dijadwal ulang, ungkap sumber Amnesty.

Sementara itu Kepala OIKN Bambang Susantono, di Jakarta, Rabu (13/3/2024) mengatakan tidak akan menggusur semena-mena dalam rangka pembangunan IKN.

Hal ini juga ditegaskan oleh Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan IKN Thomas Umbu Pati, bahwa tidak akan ada "Rempang Kedua" dalam pembangunan IKN.

"Tidak ada Rempang kedua, saya jamin, hak hukum adat dan masyarakat lokal kami lindungi. Kami tidak pernah menggunakan kekuasaan untuk menghadapi masyarakat sejak awal transisi pembangunan IKN," tegas Thomas.

Terminologi "Rempang kedua" digunakan merujuk pada konflik pemerintah dan masyarakat yang melibatkan aparat keamanan terkait pembangunan proyek Rempang Eco City di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.

Baca juga: Soal Relokasi 19 Batching Plant, Satgas: OIKN Belum Koordinasi

Oleh karena itu, Thomas memastikan, penyelenggaraan pembangunan IKN yang merupakan kota terencana (city by plan) harus konsisten dan sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang telah ditetapkan.

Penegakkan RDTR ini sudah dilakukan sejak masa transisi pada 10 dan 11 Mei Tahun 2023 lalu.

OIKN juga telah menjalin komunikasi, koordinasi, dan konsultansi dengan Pemerintah Daerah setempat dalam hal ini Bupati PPU, hingga ke perangkat yang lebih rendah seperti desa dan kelurahan untuk bersama-sama menjaga ketentraman dan ketertiban umum di wilayah IKN.

"Hal ini demi ketentraman dan ketertiban. Di luar, IKN menjadi sorotan hampir semua pihak, termasuk presiden dan pejabat pemerintahan. Bagaimana pengaturan terkait tata kota," cetus Thomas.

Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional pada 25 Januari 2022, juga pernah berjanji tidak akan menggusur warga setempat dan masyarakat adat di wilayah IKN, dan pengelolaan IKN akan memperhatikan hak atas tanah kelompok masyarakat adat.

Baca juga: Bikin Kawasan IKN Berdebu dan Kotor, 19 Batching Plant Dipindahkan

Hal ini dikuatkan oleh Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya PBB (CESCR) yang pada 1 Maret 2024, merekomendasikan Indonesia sebagai Negara Pihak untuk melakukan evaluasi dampak hak asasi manusia dan lingkungan hidup secara sistematis, transparan, dan independen dalam setiap proyek pembangunan dan kegiatan bisnis.

Evaluasi tersebut harus menyediakan informasi tentang dampaknya terhadap kesejahteraan ekonomi, sosial, dan budaya, serta hak-hak masyarakat adat dan komunitas yang terdampak.

 

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com